Selasa, 07 Februari 2012

Saudagar Dermawan


Oleh Ali Rama
Gairah berwirausaha masyarakat di Indonesia masih terlalu rendah, masih berada di bawah satu persen dari total jumlah penduduknya. Persentasi ini jauh tertinggal dibandingkan dengan Negara-negara lain seperti Malaysia, Singapura dan Amerika Serikat yang masing-masing sebesar 5 persen, 7 persen dan 11 persen. Kemandirian suatu bangsa sangat tergantung pada jumlah wirausaha yang dimilikinya.
Rendahnya jumlah pengusaha di tanah air tidak terlepas dari persepsi di sebagian besar masyarakat kita yang menganggap bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai tolak ukur kesuksesan paska menempuh jenjang pendidikan. Akibatnya, banyak pelajar menempuh pendidikan hanya berorientasi menjadi PNS. Jarang yang ingin mandiri membuka usaha sendiri.
Saat ini, berbagai kampus sudah banyak yang menawarkan pendidikan kewirausahaan dengan tujuan agar mahasiswa dapat terjung dalam dunia wirausaha sebagai profesi yang menjanjikan dibandingkan dengan profesi sebagai PNS. Semangat untuk menumbuhkan kreatifitas usaha pada diri mahasiswa yang berujung pada pembukaan lapangan pekerjaan menjadi target utama dari mata kuliah ini. Bahkan harian republika secara berturut-turut menampilkan kisah sukses para wirausahawan muda dalam rupriknya beberapa belakangan ini. Ini sebagai usaha nyata untuk membangkitkan gairah berwirausaha di kalangan masyarakat Indonesia.
Melalui momentum maulid nabi Muhammad SAW yang jatuh pada 5 Februari 2012 bertepatan dengan 12 Rabiul Awwal 1433 H sebaiknya kita menampilkan salah satu aspek kehidupan Muhammad yang jarang dibahas para da’i dan muballig yaitu kesuksesan Muhammad sebagai seorang pedagang. Muhammad bukan hanya sukses dalam berdakwah, memimpin negara dan rumah tangga tapi juga sukses dalam membangun usaha. Muhammad bukan hanya disegani sebagai pemuka agama dan pemimpin negara tapi juga disegani sebagai saorang saudagar yang memiliki jangkauan jaringan bisnis dan pangsa pasar yang luas serta pelanggang yang banyak.
Muhammad sebagai pemimpin bisnis dan entrepreunership dijelaskan secara gamblang di dalam buku Dr. Syafi’i Antonio dengan judul “Muhammad SAW Super Leader Super Manager”. Buku tersebut menguraikan bahwa masa berbisnis Muhammad yang mulai dengan intership (magang), business manager, investment manager, business owner dan berakhir sebagai investor relative lebih lama (25 tahun) dibandingkan dengan masa kenabiannya (23 tahun). Nabi Muhammad bukan hanya figur yang mendakwakan pentingnya etika dalam berbisnis tapi juga terjun langsung dalam aktifitas bisnis.
Sejak kecil, Muhammad sudah diperkenalkan tentang bisnis oleh pamannya, Abu Thalib, dengan cara diikutsertakan dalam perjalanan bisnis ke Syriah. Pengalaman ini menjadi modal dasar bagi Muhammad merintis usaha di kota Mekah. Beliau merintis usahanya dengan berdagang kecil-kecilan di sekitar Ka’bah. Dengan modal pengalaman yang ada disertai kejujuran dalam menjalankan usaha bisnisnya, nama Muhammad mulai dikenal di kalangan pelaku bisnis di Mekah.
Dengan kemampuan wirausaha yang dimilikinya, beberapa pemilik modal di Mekah kemudian tertarik untuk mempercayakan modalnya untuk dikelolah oleh Muhammad dengan prinsip bagi hasil maupun penggajian. Di usia yang masih relatif muda ini Muhammad sudah menjadi seorang manajer investasi. Dari mengelola bisnisnya sendiri ke mengelola invetasi orang lain. Khadijah yang kemudian menjadi istri Muhammad di kemudia hari adalah salah satu saudagar kaya Mekah yang tertarik terhadap kelihaian wirausaha Muhammad yang kemudia berinvestasi di bisnis Muhammad. Untuk mengembangkan bisnisnya, Muhammad kemudia intens melakukan ekspedisi untuk ekspansi bisnis demi menjangkau pusat perdagangan yang ada di Jazirah Arab. Gelar al-amin yang melekat pada dirinya menjadi alasan banyak investor menanamkan modalnya kepadanya.
Setelah Muhammad menikah dengan Khadijah, beliau semakin gencar mengembangkan bisnisnya melalui dengan ekspedisi bisnis secara rutin di pusat-pusat perdagangan yang ada di jazirah Arab, beliau intens mengunjungi pasar-pasar regional maupun Internasional demi mempertahankan pelanggan dan mitra bisnisnya. Jaringan perdagangan beliau telah mencapai Yaman, Syiria, Busra, Iraq, Yordania, Bahrain dan kota-kota perdagangan Arab lainnya.
Kehebatan berbisnis Muhammad bisa dilihat dalam sebuah riwayat yang menceritakan bahwa beliau pernah menerima utusan dari Bahrain, Muhammad menanyakan kepada Al-Ashajj berbagai hal dan orang-orang yang terkemuka serta kota-kota yang terkemuka di Bahrain. Pemimpin kabilah tersebut sangat terkejut atas luasnya pengetahuan geografis serta sentral-sentral komersial Muhammad. Kemudian al-Ashajj berkata “sungguh Anda lebih mengetahu tentang negeri saya daripada saya sendiri dan anda pula lebih banyak mengetahui pusat-pusat bisnis kota saya dibanding apa yang saya ketahui. Muhammad menjawab “saya telah diberi kesempatan untuk menjelajahi negeri anda dan saya telah melakukannya dengan baik” (Syafi’i Antonio, 2007).
Demikianlah perjalanan sukses bisnis Muhammad sebelum resmi menjadi seorang Nabi yang jarang disampaikan kepada generasi-generasi muda di saat perayaan Maulid Nabi. Pemahaman yang utuh tentang biograpi kehidupan beliau akan menghindarkan terjadinya pemahaman yang sempit tentang diri Rasulullah. Banyak orang yang mengaggap Rasulullah sebagai orang yang miskin padahal justru sebaliknya beliau adalah sosok pebisnis yang sukses.
Selain sukses dalam menjalankan wirausaha, Muhammad juga dikenal sebagai pengusaha dermawan. Hampir semua kekayaannya digunakan untuk kepentingan umatnya yaitu membantu orang-orang yang membutuhkan. Dalam suatu riwayat disebutkan “Tidak pernah sekalipun Rasulullah diminta sesuatu kemudian mengatakan tidak (HR. Muslim)”.
Jika para pengusaha di negeri ini yang jumlah kekayaannya masuk dalam deretan orang terkaya di dunia memiliki sikap kedermawanan yang tinggi, maka bisa dipastikan tingkat kesenjangan ekonomi di kalangan masyarakat bisa dikurangi. Konflik sosial kadang terjadi lantaran gaya hidup orang kaya yang tidak menampakkan rasa simpati terhadap orang penderitaan orang miskin yang jumlahnya cukup besar di negeri ini. Harus dipahami bahwa kekayaan yang dimiliki adalah amanah dari Allah di mana di dalamnya ada hak orang-orang yang tidak mampu. Tumbuhkanlah perilaku berbagi terhadap sesama. Wallahu’alambissawab.
Jakarta, 5 Februari 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar