Oleh Ali Rama
Prestasi pertumbuhan ekonomi Indonesia
di tahun 2011 cukup membanggakan, tumbuh 6,5 persen. Meskipun pertumbuhan
ekonomi global akan melambat hanya dikisaran 4 persen akibat krisis utang di
Eropa dan Amerika, prediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2012 tidak
akan terganggu secara signifikan. Pemerintah masih optimis perekonomian kita
masih akan tumbuh sekitar 6,5 persen tahun 2012 ini.
Optimisme di tegah krisis keuangan
global ini didasari oleh fakta bahwa portofolio pertumbuhan ekonomi Indonesia digerakkan oleh konsumsi dalam negeri. Di sisi
lain, ekonomi RI tidak terlalu tergantung dengan negara-negara yang saat ini
dililit krisis utang. Bahkan pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai
sekitar 7-8 persen jika pertumbuhan ekonomi berbasis pengembangan infrastruktur
gencar dilakukan di tahun-tahun mendatang.
Semua mazhab ekonomi di dunia
menyepakati bahwa infrastruktur adalah faktor utama pemicu pertumbuhan ekonomi.
Kualitas infrastruktur suatu bangsa berbanding lurus dengan tingkat
perekonomian bangsa itu. Infrastruktur yang baik akan memberikan nilai tambah
terhadap perekonomian. Semakin baik kualitas infrastruktur, semakin tertarik
investor menanamkan modalnya dalam suatu perekonomian. Kondisi ini juga akan
menarik minat para pelaku usaha untuk terlibat dalam aktivitas ekonomi.
Akibatnya, ekonomi secara keseluruhan akan berkembang.
Infrastruktur pendukung pertumbuhan
ekonomi misalnya layanan jalan mencakup jalur jalan tol penghubung antar kota,
jembatan penghubung antar pulau, kereta, pelabuhan, dan bandara, pasokan energi
dan layanan komunikasi.
Pertumbuhan ekonomi dan investasi negeri
kita saat ini belum diimbangi oleh percepatan pembangunan dan ketersediaan
infrastruktur yang memadai. Bahkan banyak investor asing dan pelaku usaha lokal
yang mengeluhkan dan bahkan membatalkan investasinya lantaran keluhan
ketidaktersediaan infrastruktur yang memadai, yang ujug-ujungnya berakibat pada
biaya produksi yang tinggi. Infrastruktur yang jelek akan berakibat pada biaya
ekonomi tinggi.
Anggaplah misalnya biaya pengapalan
kontainer dari Padang ke Jakarta menelan biaya sebesar US$ 600, sedangkan dari
Jakarta ke Singapur hanya sekitar US$ 185. Bahkan hasil data yang dikeluarkan
World Economic Forum (WEF) menyebutkan bahwa biaya logistik di Indonesia
mencapai 17 persen dari biaya produksi. Buruknya infrastruktur ini berakibat
pada daya saing ekonomi kita yang rendah.
Laporan dari Global Competitiveness
Index (GCI) menempatkan infrastruktur Indonesia diurutan 82 dengan skor
3,6 masih kalau jauh dari negeri
tetangga seperti Singapura, Malaysia dan Thailand yang masing berada diranking
5, 30 dan 35.
Penguatan sektor infrastruktur
khususnya konektivitas seharusnya menjadi prioritas utama dalam rancangan
pembangunan ekonomi nasional mengingat karakter Indonesia sebagai negara
kepulauan yang sepatutnya memiliki keterhubungan antar satu pulau dengan pulau
lainnya. Konektivitas antar wilayah akan menciptakan integrasi ekonomi. Lemahnya
konektivitas antar pulau dan atau antar wilayah di Indonesia menyebabkan
terjadinya disparitas pembangunan antar pulau dan wilayah di tanah air selama
ini. Aktivitas ekonomi hanya terkonsentarsi di kawasan perkotaan khususnya di
pulau Jawa dan Sumatra.
Persentasi orang miskin mencapai
sekitar 60 persen berada di daerah pedesaan lantaran tidak bisa mengakses
langsung ke pusat-pusat pertumbuhan ekonomi. Penyebaran sarana transportasi
yang tidak merata menciptakan wilayah atau daerah yang terisolir dari spektrum
pertumbuhan ekonomi nasional. Dampaknya adalah biaya logistik yang semakin
tinggi dan disparitas harga antar daerah yang semakin membesar.
Rancangan pembangunan ekonomi
nasional yang dituangkan melalui Masterplan Percepatan dan Perluasan
Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) sudah tepat untuk dilakukan. Tujuan utama
yang ingin dicapai dari MP3EI adalah optimalisasi pengembangan potensi daerah,
sinergisitas antara pengembangan ekonomi kewilayahan dengan pengembangan
ekonomi sektoral melalui daya dukung infrastruktur yang memadai. Enam koridor
ekonomi yang dicanangkan akan membangun pusat-pusat pertumbuhan disetiap
koridor berbasiskan kluster industri unggulan. Pusat-pusat pertumbuhan berbasis
unggulan (komoditas) ini akan saling terhubung melalui program konektivitas
nasional (intra dan inter konektivitas).
Kebutuhan investasi untuk mendukung megaproyek
di MP3I hingga 2014 mencapai sekitar Rp 4.000 triliun. Porsi untuk investasi
pengembangan infrastruktur tercatat sebesar Rp 1.774 sedangkan untuk investasi
energi dan pembangkit sebesar Rp 669 triliun. Total kebutuan dana MP3EI itu,
pemerintah hanya akn berkontribusi sekitar 10 persen, sedangkan sisanya diupayakan
keterlibatan aktif oleh BUMN dan swasta. Menurut data dari Menko Perekonomian
Bidang Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah, anggaran infrastruktur yang
terserap sejak 2004 sampai 2011 sudah mencapai sekiatr Rp 350 triliun. Di tahun
2011, anggaran infrastrukur mencapai Rp 123 trilliun naik sekiatr 50 persen
dari tahun sebelumnya, jumlah ini masih sekitar 1,8 persen dari PDB 2011. Untuk
tahun 2012, pemerintah mencanangkan sebesar Rp 170 triliun dalam bentuk belanja
modal dan sebagian besar untuk infrastruktur.
Idealnya untuk mencapai target
ketersediaan infrastruktur sebagai pendukung pertumbuhan ekonomi nasional
dibutuhkan minimal dana sekitar 5 persen dari GDP. Investasi di bidang
infrastruktur memang membutuhkan dana yang besar dan bersifat jangka panjang.
Namun dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi sangat besar. Oleh karena itu
investasi di bidang ini perlu dilakukan secara bersama baik pihak pemerintah,
swasta dan maupun asing.
Pembangunan infrastruktur untuk
mencapai konektivitas nasional sejalan dengan program ASEAN connectivity
yang akan terbentuk melalui ASEAN community pada 2015 mendatang. Program
MP3EI akan membantu menciptakan integrasi eonomi nasional di seluruh wilayah
Indonesia dan melalui ASEAN connectivity akan menghubungakn Indonesia
dengan negara-negara ASEAN. Wallahu’alam bissawab
Jakarta, 12 Januari 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar