Oleh Ali Rama
Gairah berwirausaha masyarakat di Indonesia
masih terlalu rendah, masih berada di bawah satu persen dari total jumlah
penduduknya. Persentasi ini jauh tertinggal dibandingkan dengan Negara-negara
lain seperti Malaysia, Singapura dan Amerika Serikat yang masing-masing sebesar
5 persen, 7 persen dan 11 persen. Kemandirian suatu bangsa sangat tergantung
pada jumlah wirausaha yang dimilikinya.
Rendahnya jumlah pengusaha di tanah air
tidak terlepas dari persepsi di sebagian besar masyarakat kita yang menganggap
bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai tolak ukur kesuksesan paska
menempuh jenjang pendidikan. Akibatnya, banyak pelajar menempuh pendidikan
hanya berorientasi menjadi PNS. Jarang yang ingin
mandiri membuka usaha sendiri.
Saat ini, berbagai kampus sudah banyak
yang menawarkan pendidikan kewirausahaan dengan tujuan agar mahasiswa dapat
terjung dalam dunia wirausaha sebagai profesi yang menjanjikan dibandingkan
dengan profesi sebagai PNS. Semangat untuk menumbuhkan kreatifitas usaha pada diri
mahasiswa yang berujung pada pembukaan lapangan pekerjaan menjadi target utama
dari mata kuliah ini. Bahkan harian republika secara berturut-turut menampilkan
kisah sukses para wirausahawan muda dalam rupriknya beberapa belakangan ini.
Ini sebagai usaha nyata untuk membangkitkan gairah berwirausaha di kalangan
masyarakat Indonesia.
Melalui momentum maulid nabi Muhammad
SAW yang jatuh pada 5 Februari 2012 bertepatan dengan 12 Rabiul Awwal 1433 H sebaiknya
kita menampilkan salah satu aspek kehidupan Muhammad yang jarang dibahas para
da’i dan muballig yaitu kesuksesan Muhammad sebagai seorang pedagang. Muhammad
bukan hanya sukses dalam berdakwah, memimpin negara dan rumah tangga tapi juga
sukses dalam membangun usaha. Muhammad bukan hanya disegani sebagai pemuka
agama dan pemimpin negara tapi juga disegani sebagai saorang saudagar yang
memiliki jangkauan jaringan bisnis dan pangsa pasar yang luas serta pelanggang
yang banyak.
Muhammad sebagai pemimpin bisnis dan
entrepreunership dijelaskan secara gamblang di dalam buku Dr. Syafi’i Antonio dengan
judul “Muhammad SAW Super Leader Super Manager”. Buku tersebut
menguraikan bahwa masa berbisnis Muhammad yang mulai dengan intership
(magang), business manager, investment manager, business owner
dan berakhir sebagai investor relative lebih lama (25 tahun)
dibandingkan dengan masa kenabiannya (23 tahun). Nabi Muhammad bukan hanya
figur yang mendakwakan pentingnya etika dalam berbisnis tapi juga terjun
langsung dalam aktifitas bisnis.
Sejak kecil, Muhammad sudah diperkenalkan tentang
bisnis oleh pamannya, Abu Thalib, dengan cara diikutsertakan dalam perjalanan
bisnis ke Syriah. Pengalaman ini menjadi modal dasar bagi Muhammad merintis usaha di kota Mekah. Beliau merintis usahanya dengan berdagang kecil-kecilan di sekitar
Ka’bah. Dengan modal pengalaman yang ada disertai kejujuran dalam menjalankan
usaha bisnisnya, nama Muhammad mulai dikenal di kalangan pelaku bisnis di Mekah.
Dengan kemampuan wirausaha yang dimilikinya, beberapa pemilik
modal di Mekah kemudian tertarik
untuk mempercayakan modalnya untuk dikelolah oleh Muhammad dengan prinsip bagi
hasil maupun penggajian. Di usia yang masih
relatif muda ini Muhammad sudah menjadi seorang manajer investasi. Dari
mengelola bisnisnya sendiri ke mengelola invetasi orang lain. Khadijah yang
kemudian menjadi istri Muhammad di kemudia hari adalah salah satu saudagar kaya
Mekah yang tertarik terhadap kelihaian wirausaha Muhammad yang kemudia
berinvestasi di bisnis Muhammad. Untuk mengembangkan bisnisnya, Muhammad
kemudia intens melakukan ekspedisi untuk ekspansi bisnis demi menjangkau pusat perdagangan yang ada
di Jazirah Arab. Gelar al-amin yang melekat pada
dirinya menjadi alasan banyak investor menanamkan modalnya kepadanya.
Setelah Muhammad menikah dengan
Khadijah, beliau semakin gencar mengembangkan bisnisnya melalui dengan
ekspedisi bisnis secara rutin di pusat-pusat perdagangan yang ada di jazirah
Arab, beliau intens mengunjungi pasar-pasar regional maupun Internasional demi
mempertahankan pelanggan dan mitra bisnisnya. Jaringan perdagangan beliau telah
mencapai Yaman, Syiria, Busra, Iraq, Yordania, Bahrain dan kota-kota
perdagangan Arab lainnya.
Kehebatan berbisnis Muhammad bisa
dilihat dalam sebuah riwayat yang menceritakan bahwa beliau pernah menerima
utusan dari Bahrain, Muhammad menanyakan kepada Al-Ashajj berbagai hal dan
orang-orang yang terkemuka serta kota-kota yang terkemuka di Bahrain. Pemimpin
kabilah tersebut sangat terkejut atas luasnya pengetahuan geografis serta
sentral-sentral komersial Muhammad. Kemudian al-Ashajj berkata “sungguh Anda
lebih mengetahu tentang negeri saya daripada saya sendiri dan anda pula lebih
banyak mengetahui pusat-pusat bisnis kota saya dibanding apa yang saya ketahui. Muhammad
menjawab “saya telah diberi kesempatan untuk menjelajahi negeri anda dan saya
telah melakukannya dengan baik” (Syafi’i Antonio, 2007).
Demikianlah perjalanan sukses bisnis
Muhammad sebelum resmi menjadi seorang Nabi yang jarang disampaikan kepada
generasi-generasi muda di saat perayaan Maulid Nabi. Pemahaman yang utuh
tentang biograpi kehidupan beliau akan menghindarkan terjadinya pemahaman
yang sempit tentang diri Rasulullah. Banyak orang yang mengaggap Rasulullah sebagai
orang yang miskin padahal justru sebaliknya beliau adalah sosok pebisnis yang
sukses.
Selain sukses dalam menjalankan
wirausaha, Muhammad juga dikenal sebagai pengusaha dermawan. Hampir semua
kekayaannya digunakan untuk kepentingan umatnya yaitu membantu orang-orang yang
membutuhkan. Dalam suatu riwayat disebutkan “Tidak pernah sekalipun
Rasulullah diminta sesuatu kemudian mengatakan tidak (HR. Muslim)”.
Jika para pengusaha di negeri ini yang
jumlah kekayaannya masuk dalam deretan orang terkaya di dunia memiliki sikap kedermawanan yang tinggi, maka bisa dipastikan
tingkat kesenjangan ekonomi di kalangan masyarakat bisa dikurangi. Konflik
sosial kadang terjadi lantaran gaya hidup orang kaya yang tidak menampakkan
rasa simpati terhadap orang penderitaan orang miskin yang jumlahnya cukup besar
di negeri ini. Harus dipahami bahwa kekayaan yang dimiliki adalah amanah dari
Allah di mana di dalamnya ada hak orang-orang yang tidak mampu. Tumbuhkanlah
perilaku berbagi terhadap sesama. Wallahu’alambissawab.
Jakarta, 5 Februari 2012