Minggu, 25 Maret 2012

Konstruksi Ekonomi Islam Integratif


Oleh: Ali Rama
Dosen Ekonomi dan Perbankan
Pesatnya perkembangan industri keuangan syariah adalah refleksi dari maraknya kajian ekonomi Islam yang dilakukan di berbagai belahan dunia Muslim dalam beberapa dekade belakangan ini. Kehadiran ekonomi Islam dan derivasinya seperti keuangan dan perbankan syariah tidak terlepas dari pengaruh munculnya wacana Islamisai Ilmu Pengetahuan yang ramai diperbincangkan pada tahun 1970-an oleh berbagai sarjana Muslim dari berbagai disiplin ilmu. Gagasan Islamisasi Ilmu identik dengan dua intelektual Muslim, yaitu Alatas dan al-Faruqi. Al-Faruqi cenderung menerima konstruksi ilmu modern dengan syarat memasukkan prinsipi-prinsip Islam kedalamnya dan mengeliminasi unsur sekularismenya.
Berbeda dengan al-Faruqi, Alatas terlihat lebih menekankan konsep Islamisasi Ilmu Pengetahuan pada penggalian genuitas tradisi lokal. Peradaban Islam klasik telah cukup lama berinteraksi dengan peradaban lain, sehingga umat Islam sudah memiliki kapasitas untuk mengembangkan bangunan ilmu pengetahuan sendiri. Tanpa bantuan ilmu pengetahuan Barat modern, diyakini dengan hanya merujuk pada tradisi dan khasanahnya sendiri umat Islam mampu menciptakan peradabannya (Yusdani, 2007).
Pendekatan Islamisasi Ilmu ala al-Faruqi menjadi arus dominan dalam pengembangan ekonomi Islam (keuangan dan perbankan syariah) di tanah air. Awalnya, gerakan Islamisasi ilmu dalam bidang ilmu ekonomi dianggap sebagai gerakan intelektual yang bermaksud untuk mengkonstruksi bangunan ilmu ekonomi dalam perspektif Islam demi mencari kebenaran. Akan tetapi belakangan ini, ekonomi Islam lebih identik dengan keuangan dan perbankan syariah yang memiliki orientasi politik-ekonomi.
Ekonomi Islam Integratif
Para ahli ekonomi Islam mendefinisikan Ilmu Ekonomi Islam secara berbeda. Menurut Muhamad Anas Zarqa, ilmu ekonomi Islam terdiri atas dua bagian; pertama, bagian yang mengkaji sistem ekonomi Islam dan kedua, bagian yang mengkaji perilaku Muslim dalam sistem tersebut. Sementara Mohamad Arif mengkategorikan ekonomi Islam sebagai bagian dari ilmu sosial. Sehingga masyarakat Islam berbeda dengan masyarakat kapitalis dan komunis dari segi nilai moral, institusi dan tujuan hidup masyarakatnya. Karenanya secara logis, perilaku Muslim sebagai economic agent berbeda dengan dua sistem itu (kapitalis dan komunis).
Perkembangan kajian ekonomi Islam sebagai sebuah ilmu (body of knowledge) tidak terlepas dari kontribusi intelektual Muslim yang berkecimpung di lembaga pendidikan. Perguruan tinggi sebagai lembaga pendidikan memiliki peran strategis dalam pengembangan ilmu Islam integratif, apalagi selama ini perguruan tinggi adalah institusi yang paling berkompoten menciptakan SDM profesional untuk menunjang pertumbuhan industri keuangan dan perbankan syariah.
Kajian ekonomi Islam integratif adalah manifestasi dari gerakan integrasi ilmu yang dilakukan di berbagai Perguruan Tinggi Islam di tanah air. UIN, misalnya sebagaimana tercantum dalam grand design-nya, adalah perguruan tinggi Islam yang mengintegrasikan atau menginterkoneksikan ilmu-ilmu keislaman dengan ilmu-ilmu umum pada tataran keilmuan, bukan sekedar menjadikan program studi/fakultas umum atau mata kuliah umum berdampingan dengan program studi/fakultas agama (Supriatma dan Pattiroy, 2001).
Mendiskusikan ilmu ekonomi sebagai sebuah ilmu tentu pembahasannya akan mengarah pada hal-hal yang fundamental dari sebuah ilmu, yaitu ontologi, epistemologi dan aksiologi. Pengembangan ilmu ekonomi dalam Islam tidak terlepas dari spektrum dan dimensi tauhid. Artinya, Tuhan merupakan faktor yang tidak dapat terpisahkan dari ilmu ekonomi.
Konsep integrasi keilmuan yang menganut paradigma tauhidy (kesatuan) dalam pendidikan ekonomi Islamintegratif tidak mendikotomikan antara ilmu sekuler dan ilmu agama atau ilmu agama dan ilmu umum..
Dalam tataran praksis pembelajaran, integrasi keilmuan harus tercermin dalam, setidaknya empat komponen, yaitu (1) materi pembelajaran, (2) metode pembelajaran, (3) media pembelajaran, dan(4) evaluasi pembelajaran. Sementara muatan kurikulumnya mencapai sasaran yang meliputi penguasaan bahasa Arab dan Inggris, penguasaan ilmu-ilmu dasar kesyariahan, penguasaan ilmu ekonomi Islam, pengausaan ilmu ekonomi umum dan penguasaan metodologi penelitian. Tentunya, kurikulum didesain dengan kerangka integrasi keilmuan, menghilangkan sekat-sekat dikotomis pada tataran ontologi, epistemologi dan aksiologi ilmu ekonomi yang hendak dikembangkan (Euis, dkk, 2010).
Pendidikan ekonomi Islam integratif yang seharusnya diterapkan di lembaga perguruan tinggi di tanah air dapat menghasilkan sumber daya manusia integratif yang memiliki kapasitas keilmuan yang memadai dalam bidang kesyariahan dan ilmu ekonomi. Setidaknya ada tiga kualifikasi sumber daya manusia ekonomi Islam yang dapat dihasilkan oleh lembaga pendidikan (Muhammad, 2010), yaitu: Pertama, sumber daya manusia yang memiliki spesialisasi atau keahlian pada ilmu syariah, namun memahami ilmu ekonomi; kedua, sumber daya manusia yang memiliki spesialisasi atau keahlian pada ilmu ekonomi, namu memamahi syariah; dan ketiga, sumber daya manusia yang memiliki spesialisasi atau keahlian pada ilmu syariah dan ilmu ekonomi. Tipikal SDM yang ketiga inilah yang dinamakan sumber daya manusia Islam berkualitas integratif yang seharusnya dihasilkan oleh lembaga pendidikan yang menerapkan konsep pendidikan ekonomi Islam integratif demi mewujudkan terciptanya sitem ekonomi Islam yang komprehensif dalam kehidupan manusia.
Sumber daya manusia berkualitas integratif sebagai output pendidikan ekonomi Islam integratif sangat berpengaruh dalam pengembangan kualitas keuangan dan perbankan syariah. Lembaga pendidikan harus menjadi basis pengembangan konstruksi ekonomi Islam sebagai sebuah ilmu yang pada akhirnya melahirkan pelaku-pelaku ekonomi yang dapat menerapkan konsep ekonomi Islam yang tidak parsial tetapi menyeluruh dalam sistem ekonomi.
Kajian ekonomi Islam sebagai sebuah kegiatan intelektual yang murni mencari kebenaran harus terus dilakukan sehingga batan tubuh ilmu ekonomi Islam semakin kuat, solid dan teruji. Pendidikan ekonomi Islam di berbagai perguruan tinggi jangan hanya didesain untuk memenuhi kebutuhan SDM industri keuangan dan perbankan tapi juga didesain untuk menghasilkan intelektual-intelektual yang dapat mengkaji dan mengembangkan ekonomi Islam sebagai sebuah ilmu yang dapat diterima secara umum. Usaha ini sebagai bentuk “saintifikasi” ekonomi Islam. Wallahu’alambissawab.
Jakarta, 17 Januari 2012

Konstruksi Ekonomi Islam Integratif


Oleh: Ali Rama
Dosen Ekonomi Islam
Pesatnya perkembangan industri keuangan syariah adalah refleksi dari maraknya kajian ekonomi Islam yang dilakukan di berbagai belahan dunia Muslim dalam beberapa dekade belakangan ini. Kehadiran ekonomi Islam dan derivasinya seperti keuangan dan perbankan syariah tidak terlepas dari pengaruh munculnya wacana Islamisai Ilmu Pengetahuan yang ramai diperbincangkan pada tahun 1970-an oleh berbagai sarjana Muslim dari berbagai disiplin ilmu. Gagasan Islamisasi Ilmu identik dengan dua intelektual Muslim, yaitu Alatas dan al-Faruqi. Al-Faruqi cenderung menerima konstruksi ilmu modern dengan syarat memasukkan prinsipi-prinsip Islam kedalamnya dan mengeliminasi unsur sekularismenya.
Berbeda dengan al-Faruqi, Alatas terlihat lebih menekankan konsep Islamisasi Ilmu Pengetahuan pada penggalian genuitas tradisi lokal. Peradaban Islam klasik telah cukup lama berinteraksi dengan peradaban lain, sehingga umat Islam sudah memiliki kapasitas untuk mengembangkan bangunan ilmu pengetahuan sendiri. Tanpa bantuan ilmu pengetahuan Barat modern, diyakini dengan hanya merujuk pada tradisi dan khasanahnya sendiri umat Islam mampu menciptakan peradabannya (Yusdani, 2007).
Pendekatan Islamisasi Ilmu ala al-Faruqi menjadi arus dominan dalam pengembangan ekonomi Islam (keuangan dan perbankan syariah) di tanah air. Awalnya, gerakan Islamisasi ilmu dalam bidang ilmu ekonomi dianggap sebagai gerakan intelektual yang bermaksud untuk mengkonstruksi bangunan ilmu ekonomi dalam perspektif Islam demi mencari kebenaran. Akan tetapi belakangan ini, ekonomi Islam lebih identik dengan keuangan dan perbankan syariah yang memiliki orientasi politik-ekonomi.
Ekonomi Islam Integratif
Para ahli ekonomi Islam mendefinisikan Ilmu Ekonomi Islam secara berbeda. Menurut Muhamad Anas Zarqa, ilmu ekonomi Islam terdiri atas dua bagian; pertama, bagian yang mengkaji sistem ekonomi Islam dan kedua, bagian yang mengkaji perilaku Muslim dalam sistem tersebut. Sementara Mohamad Arif mengkategorikan ekonomi Islam sebagai bagian dari ilmu sosial. Sehingga masyarakat Islam berbeda dengan masyarakat kapitalis dan komunis dari segi nilai moral, institusi dan tujuan hidup masyarakatnya. Karenanya secara logis, perilaku Muslim sebagai economic agent berbeda dengan dua sistem itu (kapitalis dan komunis).
Perkembangan kajian ekonomi Islam sebagai sebuah ilmu (body of knowledge) tidak terlepas dari kontribusi intelektual Muslim yang berkecimpung di lembaga pendidikan. Perguruan tinggi sebagai lembaga pendidikan memiliki peran strategis dalam pengembangan ilmu Islam integratif, apalagi selama ini perguruan tinggi adalah institusi yang paling berkompoten menciptakan SDM profesional untuk menunjang pertumbuhan industri keuangan dan perbankan syariah.
Kajian ekonomi Islam integratif adalah manifestasi dari gerakan integrasi ilmu yang dilakukan di berbagai Perguruan Tinggi Islam di tanah air. UIN, misalnya sebagaimana tercantum dalam grand design-nya, adalah perguruan tinggi Islam yang mengintegrasikan atau menginterkoneksikan ilmu-ilmu keislaman dengan ilmu-ilmu umum pada tataran keilmuan, bukan sekedar menjadikan program studi/fakultas umum atau mata kuliah umum berdampingan dengan program studi/fakultas agama (Supriatma dan Pattiroy, 2001).
Mendiskusikan ilmu ekonomi sebagai sebuah ilmu tentu pembahasannya akan mengarah pada hal-hal yang fundamental dari sebuah ilmu, yaitu ontologi, epistemologi dan aksiologi. Pengembangan ilmu ekonomi dalam Islam tidak terlepas dari spektrum dan dimensi tauhid. Artinya, Tuhan merupakan faktor yang tidak dapat terpisahkan dari ilmu ekonomi.
Konsep integrasi keilmuan yang menganut paradigma tauhidy (kesatuan) dalam pendidikan ekonomi Islamintegratif tidak mendikotomikan antara ilmu sekuler dan ilmu agama atau ilmu agama dan ilmu umum..
Dalam tataran praksis pembelajaran, integrasi keilmuan harus tercermin dalam, setidaknya empat komponen, yaitu (1) materi pembelajaran, (2) metode pembelajaran, (3) media pembelajaran, dan(4) evaluasi pembelajaran. Sementara muatan kurikulumnya mencapai sasaran yang meliputi penguasaan bahasa Arab dan Inggris, penguasaan ilmu-ilmu dasar kesyariahan, penguasaan ilmu ekonomi Islam, pengausaan ilmu ekonomi umum dan penguasaan metodologi penelitian. Tentunya, kurikulum didesain dengan kerangka integrasi keilmuan, menghilangkan sekat-sekat dikotomis pada tataran ontologi, epistemologi dan aksiologi ilmu ekonomi yang hendak dikembangkan (Euis, dkk, 2010).
Pendidikan ekonomi Islam integratif yang seharusnya diterapkan di lembaga perguruan tinggi di tanah air dapat menghasilkan sumber daya manusia integratif yang memiliki kapasitas keilmuan yang memadai dalam bidang kesyariahan dan ilmu ekonomi. Setidaknya ada tiga kualifikasi sumber daya manusia ekonomi Islam yang dapat dihasilkan oleh lembaga pendidikan (Muhammad, 2010), yaitu: Pertama, sumber daya manusia yang memiliki spesialisasi atau keahlian pada ilmu syariah, namun memahami ilmu ekonomi; kedua, sumber daya manusia yang memiliki spesialisasi atau keahlian pada ilmu ekonomi, namu memamahi syariah; dan ketiga, sumber daya manusia yang memiliki spesialisasi atau keahlian pada ilmu syariah dan ilmu ekonomi. Tipikal SDM yang ketiga inilah yang dinamakan sumber daya manusia Islam berkualitas integratif yang seharusnya dihasilkan oleh lembaga pendidikan yang menerapkan konsep pendidikan ekonomi Islam integratif demi mewujudkan terciptanya sitem ekonomi Islam yang komprehensif dalam kehidupan manusia.
Sumber daya manusia berkualitas integratif sebagai output pendidikan ekonomi Islam integratif sangat berpengaruh dalam pengembangan kualitas keuangan dan perbankan syariah. Lembaga pendidikan harus menjadi basis pengembangan konstruksi ekonomi Islam sebagai sebuah ilmu yang pada akhirnya melahirkan pelaku-pelaku ekonomi yang dapat menerapkan konsep ekonomi Islam yang tidak parsial tetapi menyeluruh dalam sistem ekonomi.
Kajian ekonomi Islam sebagai sebuah kegiatan intelektual yang murni mencari kebenaran harus terus dilakukan sehingga batan tubuh ilmu ekonomi Islam semakin kuat, solid dan teruji. Pendidikan ekonomi Islam di berbagai perguruan tinggi jangan hanya didesain untuk memenuhi kebutuhan SDM industri keuangan dan perbankan tapi juga didesain untuk menghasilkan intelektual-intelektual yang dapat mengkaji dan mengembangkan ekonomi Islam sebagai sebuah ilmu yang dapat diterima secara umum. Usaha ini sebagai bentuk “saintifikasi” ekonomi Islam. Wallahu’alambissawab.
Jakarta, 17 Januari 2012