Oleh: Ali Rama
Dosen Ekonomi dan Perbankan
Pesatnya perkembangan industri
keuangan syariah adalah refleksi dari maraknya kajian ekonomi Islam yang
dilakukan di berbagai belahan dunia Muslim dalam beberapa dekade belakangan
ini. Kehadiran ekonomi Islam dan derivasinya seperti keuangan dan perbankan
syariah tidak terlepas dari pengaruh munculnya wacana Islamisai Ilmu
Pengetahuan yang ramai diperbincangkan pada tahun 1970-an oleh berbagai sarjana
Muslim dari berbagai disiplin ilmu. Gagasan Islamisasi Ilmu identik dengan dua
intelektual Muslim, yaitu Alatas dan al-Faruqi. Al-Faruqi cenderung menerima
konstruksi ilmu modern dengan syarat memasukkan prinsipi-prinsip Islam
kedalamnya dan mengeliminasi unsur sekularismenya.
Berbeda dengan al-Faruqi, Alatas
terlihat lebih menekankan konsep Islamisasi Ilmu Pengetahuan pada penggalian
genuitas tradisi lokal. Peradaban Islam klasik telah cukup lama berinteraksi
dengan peradaban lain, sehingga umat Islam sudah memiliki kapasitas untuk
mengembangkan bangunan ilmu pengetahuan sendiri. Tanpa bantuan ilmu pengetahuan
Barat modern, diyakini dengan hanya merujuk pada tradisi dan khasanahnya
sendiri umat Islam mampu menciptakan peradabannya (Yusdani, 2007).
Pendekatan Islamisasi Ilmu ala
al-Faruqi menjadi arus dominan dalam pengembangan ekonomi Islam (keuangan dan
perbankan syariah) di tanah air. Awalnya, gerakan Islamisasi ilmu dalam bidang
ilmu ekonomi dianggap sebagai gerakan intelektual yang bermaksud untuk
mengkonstruksi bangunan ilmu ekonomi dalam perspektif Islam demi mencari
kebenaran. Akan tetapi belakangan ini, ekonomi Islam lebih identik dengan
keuangan dan perbankan syariah yang memiliki orientasi politik-ekonomi.
Ekonomi Islam Integratif
Para ahli ekonomi Islam
mendefinisikan Ilmu Ekonomi Islam secara berbeda. Menurut Muhamad Anas Zarqa,
ilmu ekonomi Islam terdiri atas dua bagian; pertama, bagian yang
mengkaji sistem ekonomi Islam dan kedua, bagian yang mengkaji perilaku
Muslim dalam sistem tersebut. Sementara Mohamad Arif mengkategorikan ekonomi
Islam sebagai bagian dari ilmu sosial. Sehingga masyarakat Islam berbeda dengan
masyarakat kapitalis dan komunis dari segi nilai moral, institusi dan tujuan
hidup masyarakatnya. Karenanya secara logis, perilaku Muslim sebagai economic
agent berbeda dengan dua sistem itu (kapitalis dan komunis).
Perkembangan kajian ekonomi Islam
sebagai sebuah ilmu (body of knowledge) tidak terlepas dari kontribusi
intelektual Muslim yang berkecimpung di lembaga pendidikan. Perguruan tinggi
sebagai lembaga pendidikan memiliki peran strategis dalam pengembangan ilmu
Islam integratif, apalagi selama ini perguruan tinggi adalah institusi yang
paling berkompoten menciptakan SDM profesional untuk menunjang pertumbuhan
industri keuangan dan perbankan syariah.
Kajian ekonomi Islam integratif
adalah manifestasi dari gerakan integrasi ilmu yang dilakukan di berbagai
Perguruan Tinggi Islam di tanah air. UIN, misalnya sebagaimana tercantum dalam grand
design-nya, adalah perguruan tinggi Islam yang mengintegrasikan atau
menginterkoneksikan ilmu-ilmu keislaman dengan ilmu-ilmu umum pada tataran
keilmuan, bukan sekedar menjadikan program studi/fakultas umum atau mata kuliah
umum berdampingan dengan program studi/fakultas agama (Supriatma dan Pattiroy,
2001).
Mendiskusikan ilmu ekonomi sebagai
sebuah ilmu tentu pembahasannya akan mengarah pada hal-hal yang fundamental
dari sebuah ilmu, yaitu ontologi, epistemologi dan aksiologi. Pengembangan ilmu
ekonomi dalam Islam tidak terlepas dari spektrum dan dimensi tauhid.
Artinya, Tuhan merupakan faktor yang tidak dapat terpisahkan dari ilmu ekonomi.
Konsep integrasi keilmuan yang
menganut paradigma tauhidy (kesatuan) dalam pendidikan ekonomi
Islamintegratif tidak mendikotomikan antara ilmu sekuler dan ilmu agama atau
ilmu agama dan ilmu umum..
Dalam tataran praksis pembelajaran,
integrasi keilmuan harus tercermin dalam, setidaknya empat komponen, yaitu (1)
materi pembelajaran, (2) metode pembelajaran, (3) media pembelajaran, dan(4)
evaluasi pembelajaran. Sementara muatan kurikulumnya mencapai sasaran yang
meliputi penguasaan bahasa Arab dan Inggris, penguasaan ilmu-ilmu dasar
kesyariahan, penguasaan ilmu ekonomi Islam, pengausaan ilmu ekonomi umum dan
penguasaan metodologi penelitian. Tentunya, kurikulum didesain dengan kerangka
integrasi keilmuan, menghilangkan sekat-sekat dikotomis pada tataran ontologi,
epistemologi dan aksiologi ilmu ekonomi yang hendak dikembangkan (Euis, dkk, 2010).
Pendidikan ekonomi Islam integratif
yang seharusnya diterapkan di lembaga perguruan tinggi di tanah air dapat
menghasilkan sumber daya manusia integratif yang memiliki kapasitas keilmuan
yang memadai dalam bidang kesyariahan dan ilmu ekonomi. Setidaknya ada tiga
kualifikasi sumber daya manusia ekonomi Islam yang dapat dihasilkan oleh
lembaga pendidikan (Muhammad, 2010), yaitu: Pertama, sumber daya manusia
yang memiliki spesialisasi atau keahlian pada ilmu syariah, namun memahami ilmu
ekonomi; kedua, sumber daya manusia yang memiliki spesialisasi atau
keahlian pada ilmu ekonomi, namu memamahi syariah; dan ketiga, sumber
daya manusia yang memiliki spesialisasi atau keahlian pada ilmu syariah dan
ilmu ekonomi. Tipikal SDM yang ketiga inilah yang dinamakan sumber daya manusia
Islam berkualitas integratif yang seharusnya dihasilkan oleh lembaga pendidikan
yang menerapkan konsep pendidikan ekonomi Islam integratif demi mewujudkan
terciptanya sitem ekonomi Islam yang komprehensif dalam kehidupan manusia.
Sumber daya manusia berkualitas
integratif sebagai output pendidikan ekonomi Islam integratif sangat
berpengaruh dalam pengembangan kualitas keuangan dan perbankan syariah. Lembaga
pendidikan harus menjadi basis pengembangan konstruksi ekonomi Islam sebagai
sebuah ilmu yang pada akhirnya melahirkan pelaku-pelaku ekonomi yang dapat
menerapkan konsep ekonomi Islam yang tidak parsial tetapi menyeluruh dalam
sistem ekonomi.
Kajian ekonomi Islam sebagai sebuah
kegiatan intelektual yang murni mencari kebenaran harus terus dilakukan
sehingga batan tubuh ilmu ekonomi Islam semakin kuat, solid dan teruji. Pendidikan
ekonomi Islam di berbagai perguruan tinggi jangan hanya didesain untuk memenuhi
kebutuhan SDM industri keuangan dan perbankan tapi juga didesain untuk menghasilkan
intelektual-intelektual yang dapat mengkaji dan mengembangkan ekonomi Islam
sebagai sebuah ilmu yang dapat diterima secara umum. Usaha ini sebagai bentuk
“saintifikasi” ekonomi Islam. Wallahu’alambissawab.
Jakarta, 17 Januari 2012