Oleh Ali Rama
Ekonomi islam saat ini
mengalami perkembangan yang cukup pesat baik di tingkat lokal maupun di tingkat
global. Indikator utamanya terlihat pada munculnya berbagai institusi dan
produk keuangan syariah sebagai alternatif pilihan selain dari sistem
konvensional yang sudah ada. Saat ini lembaga keuangan syariah telah memiliki
pasar modal syariah, perbankan syariah, microfinance syariah, asuransi
syariah, islamic fund dan produk keuangan sukuk. Lembaga dan produk
keuangan syariah ini idealnya lahir dari rahim kajian ekonomi islam sebagai
sebuah disiplin ilmu. Sebagaimana telah terjadi pada sistem ekonomi konvensional
(kapitalisme) yang kemudian beranak pinak menghasilkan berbagai institusi dan produk keuangan konvensional.
Permasalah vital yang ada
dalam kajian dan pengembangan ekonomi islam saat ini adalah pertumbuhan
institusi dan produk keuangan syariah lebih cepat dibandingkan dengan kajian
tentang fundamental ekonomi islam sebagai sebuah disiplin ilmu. Bahkan kajian
teori dan philosophy ekonomi islam yang gencar terjadi pada tahun 1970 dan
1980-an mengalami pergeseran pada tahun 1990 dengan lebih berorientasi pada wilayah-wilayah
komersil seperti keuangan dan perbankan syariah. Akibatnya, terjadi kekurangan
kajian philosophy dalam literatur ekonomi islam dan disaat yang bersamaan
terjadi lonjakan pertumbuhan lembaga dan produk keuangan islam. Artinya adalah
lembaga dan produk keuangan syariah yang ada saat ini tidak lahir dari fundamental
ekonomi islam yang solid tapi mungkin lahir dari proses islamisasi atau
replikasi produk lembaga dan keuangan konvensional yang sudah ada menjadi
lembaga dan produk keuangan syariah.
Ada pertanyaan mendasar
terhadap keberadaan ekonomi islam saat ini, yaitu apakah ekonomi islam bisa
dikatakan sebagai sebuah disiplin ilmu? Apakah ekonomi islam sudah memenuhi
kriteria sebagai sebuah ilmu? Pertanyaan ini ditanggapi oleh beberapa kelompok aliran
yang tidak menganggap ekonomi islam sebagai sebuah disiplin ilmu.
Pertama, Mazhab Pembaharu
Kapitalisme. Mazhab pemikiran ini beranggapan bahwa fundamental dari sistem
ekonomi islam sama saja dengan sistem kapitalisme. Kapitalisme mengakui adanya
hak kepemilikan, kebebasan untuk berusaha, dan kepercayaan pada mekanisme pasar
dan hal ini diakui pula dalam sistem ekonomi islam. Mereka hanya menganggap ada
bagian-bagian tertentu dalam sistem kapitalisme yang perlu disesuaikan sehingga
bisa dikonfromikan dangan prinsip-prinsip islam. Penyesuaian itu terutama pada
pembedaan antara produk halal dan haram, mengeluarkan riba pada sistem moneter
dan memasukkan zakat dalam sistem fiskal. Jika penyesuaian ini telah dilakukan
pada sistem kapitalisme maka akan sama saja dengan sistem ekonomi islam.
Intinya, mazhab ini menganggap sistem ekonomi islam yang lagi marak saat ini
adalah wajah lain dari sistem kapitalisme yang sudah diperbaharui dan
disesuaikan, sehingga tidak perlu dianggap sebagai sebuah ilmu ekonomi baru.
Kedua, Mazhab
Konevensional. Kelompok ini beranggapan bahwa terdapat perbedaan yang
mendasar antara teori ekonomi islam dan ekonomi konvensional. Sistem ekonomi
konvensional telah dibangun dari struktur fondasi dan teori yang solid serta
teruji. Perbedaan inilah yang menjadi alasan ketidaklayakan ekonomi islam disebut
sebagai ilmu. Sehingga mereka menganggap ekonomi konvensional adalah
satu-satunya basis ilmiah dalam menciptakan dan menerapkan sistem ekonomi
terapan.
Ketiga, Mazhab Sectarian
Diversity. Kelompok ini menganggap ekonomi islam memiliki basis keilmuan yang
lemah dan hanya berisi tentang keyakinan dan ajaran agama. Pengikut pemikiran
ini beranggapan pula bahwa usaha untuk mengembangkan ekonomi islam hanya akan
berujung pada konflik intelektual dikarenakan ekonomi islam tidak memiliki
basis ilmiah yang kuat dan dalam tubuh islam itu sendiri terdiri dari perbagai
sekta dan aliran pemikiran.
Sebagai tanggapan dari
pemikiran-pemikiran di atas maka perlu dilakukan saintifikasi ekonomi islam
secara serius sehingga menghasilkan struktur ilmu yang solid dan kuat yang
darinyalah akan lahir berbagai teori-teori ekonomi islam, institusi dan produk
keuangan syariah yang jeniune dari eksplorasi ajaran islam itu sendiri, bukan
lagi hasil replikasi yang pada intinya bisa dibilang sama saja, hanya jenis
kontrak dan niatnya yang berbeda.
Untuk membantah ketiga
kelompok pemikiran di atas yang tidak mempercayai ekonomi islam sebagai sebuah
disiplin ilmu bukanlah hal yang susah. Secara fundamental ekonomi islam sangat
berbeda dengan ekonomi kapitalisme yang berdasarkan pada laissezefaire
philosophy. Fundamental ekonomi islam menganggap individu sebagai khalifah
Allah di muka bumi dengan tujuan untuk mendapatkan kemenangan (falah) di dunia
dan akhirat serta semua tindak lakunya akan dipertanggungjawabkan kelak nanti. Dari
perbedaan fundamental ini bisa menjadi justifikasi ilmiah untuk pengembangan
ekonomi islam. Kelompok kedua menganggap ekonomi konvensional sangat jauh
berbeda dengan ekonomi islam. Justru adanya perbedaan ini memungkinkan
berkembangnya ekonomi islam sesuai dengan karakter dan prinsip dasarnya.
Kelompok ketiga tidak mengakui ekonomi islam sebagai disiplin ilmu karena dalam
islam terdapat berbagai macam sekta pemikiran, justru adanya berbagai perbedaan
pemikiran ini mencerminkan tradisi ilmiah itu sendiri.
Berdasarkan pada struktur
ilmu ekonomi yang dikembangkan oleh Thomas S. Kuhn dalam bukunya The
Structure of Scientific Revolutions maka islam bisa dikategorikan sebagai
sebuah disiplin ilmu. Adapun struktur ilmiah ekonomi islam adalah; secara
fundamental ekonomi islam berakar pada nilai tawhid, rububiyyah, khilafah,
tazkiyah dan accountability. Dari fundamental ini akan
menghasilkan perilaku pelaku ekonomi yang dikenal sebagai muslim man.
Muslim adalah individu yang
punya komitmen bahwa hidupnya diabdikan untuk mencapai kemenangan (falah)
sebagai khalifah Allah di muka bumi. Seorang muslim meyakini apapun yang ada
dalam kehiduapn ini hanyalah titipan dari Sang Maha Pencipta. Perilaku muslim
ini akan mengantarkannya pada shariah sehingga terjadi interkonneksi antara
perilaku individu dengan paradigma syariah. Paradigma syariah ini menjadi basis
ilmiah untuk pengembangan sistem ekonomi islam. Pada akhirnya, ekonomi islam
berhak berkembang berdasarkan prinsip dan karakternya sesuai struktur ilmiahnya
yang menggunakan sebuah paradigma yang berbeda dengan paradigma ekonomi pasar
pada ekonomi konvensional.
Ekonomi islam mengkaji
persoalan-persoalan ekonomi dan bagaimana menyelesaikannya dalam bingkai
perspektif islam (nilai, norma, aturan dan perintah dan larangan). Permasalah
ekonomi klasik adalah ketidakseimbangan antara sumber daya alam dengan
keinginan tak terbatas manusia, keterbatasan sumber daya alam dan
ketidakterbatasan keinginan manusia, dan bagaimana pengalokasiannya? Menurut
konsep ekonomi islam, Allah menciptakan kekurangan dan keberlimpahan secara
bersamaan sehingga terjadi keseimbangan. Letak permasalahan ekonomi yang
sebenarnya adalah pada perilaku manusia yang sering menciptakan ketidakseimbangan
pengalokasian sumber daya alam yang tidak merata.
Perbedaan mendasar ekonomi
islam dan ekonomi kenvensional pada aspek fundamental adalah self-interes
versus huquq, utility versus maslahah dan rationality versus taqwa.
Perbedaan-perbedaan mendasar ini akan menghasilkan perlaku ekonomi yang
berbeda, ekonomi islam melahirkan muslim man dan konvensional
menghasilkan economic man.
Saintifikasi ekonomi islam
berbeda dengan islamisasi ilmu ekonomi. Saintifikasi ekonomi islam adalah usaha
untuk mengkonstruksi strukur dan teori ekonomi islam berdasarkan pada sumber
fundamental dan prinsip ajaran islam itu sendiri sedangkan islamisasi ilmu
ekonomi menurut hemat saya adalah usaha untuk memasukkan nilai-nilai dan
prinsip-prinsip dasar ajaran islam pada ilmu ekonomi yang sudah ada. Bagian pertama
menghasilkan genuine produk sedangkan bagian kedua menghasilkan
replikasi produk yang sudah dipurifikasi (memasukkkan unsur halal dan
mengeluarkan unsur haram).
Dalam islamisasi ekonomi,
kebanyakan orang terperangkap pada paradigma konvensional sehingga sulit membedakan
antara westernalisasi islam melalui pencocokan ajaran islam terhadap ekonomi
konvensional atau islamisasi paradigma konvensional. Stigmatisasi yang
berkembang saat ini terhadap ekonomi islam (keuangan syariah) adalah arabisasi
terhadap ekonomi konvensional (keuangan konvensional) yang pada substansinya
tidak berbeda, yang membedakan hanya niat dan kontraknya saja.
Fokus utama yang harus
dilakukan oleh islamic scholars adalah saintifikasi ekonomi islam bukan
justru islamisasi ilmu ekonomi sehingga theory, institusi dan produk
keuangan yang tercipta adalah hasil dari penggalian ajaran islam itu sendiri,
bukan lagi sekedar duplikasi dan replikasi melalui “purifikasi” terhadap
ekonomi konvensional. Penulis menyadari saintifikasi ekonomi islam membutuhkan
waktu yang lama seperti apa yang terjadi pada ekonomi konvensional yang
membutuhkan ratusan tahun sehingga bisa menjadi seperti saat ini walaupun masih
memiliki berbagai kelemahan. Tapi melalui dengan usaha ini maka kita akan
menampilkan wajah ekonomi islam yang sebenarnya bukan justru sekedar duplikasi
dan replikasi yang kebanyakan masuk wilayah syubhat. Wallahu’alam
Bissawab.
IIUM Gombak Kuala Lumpur, 3 Januari 2010